Selasa, 23 Februari 2016

CERPEN

 



Sepucuk Surat di Pasar Kemboja

Krasak-krusuk aku di pagi hari. Tiba-tiba Emak ku manggil. “Amaira, bagun nak, udah pagi. Kamu gak sekolah?” kata emakku. Iya Emak, aku lagi beres-beres tempat tidur ku dulu. Cepetan! Bapakmu udah nunggu kamu dari tadi. Aku berlari keluar dari kamarku. “Kamu ini, bangun telat, penampilan kesekolah kagak rapi. Mau jadi apa kamu nantinya. Anak perempuan berantakkan kayak gini”. Hmmm, mak, mak. Aku berangkat sekolah dulu ya, ntar aja ceramahnya. Dah emak. Begitulah kebiasaan ku setiap pagi. Dengar omelan dari emakku. Bikin kepala ku pusing dengar cerotehan emak.
Aku berangkat menuju sekolah sama bapak. Sesampai di sekolah, aku malah telat. Gerbang sekolah sudah dikunci. “Aduuuuhhh, lagi-lagi aku telat. Padahal udah bangun pagi” ujarku dalam hati.
“Pak, pak, pak satpam. Boleh masuk gak? Aku udah datang pagi lo”.
“Pak satpamnya ngoceh, “Apa? Masuk? Kamu mau masuk? Udah jam berapa ini Amaira? Saya gak izinin kamu masuk. Pulang aja. Dasar ratu telat.”
“Tapi pak. Aku kan udah bangun pagi. Kenapa gak boleh masuk, biasanya kan aku datang jam 10.00 pak, sekarang kan lebih cepat, udah bisa datang jam 09.00.”
“Kamu pikir ini sekolah nenek moyangmu? Bisa datang kapan saja. Ini sekolah. Punya aturan yang harus ditaati. Udah pulang sana.
Aku memutar badanku menuju kantin dibelakang sekolah. Disana aku memesan makanan dan minuman karena tadi pagi tidak sarapan. Suasana seperti ini yang sering aku lalui. Datang telat, diusir satpam, dan makan di kantin belakang sekolah. terkadang aku merasa aku kagak usah sekolah kalau setiap hari kayak gini. Buang-buang uang orang tua ku aja. Tapi, aku masih memikirkan cita-cita ku jadi dokter. Makanan dan minuman yang aku pesan tadi datang. Ibu kantin bertanya kepadaku.
“Amaira, kamu setiap pagi langganan di warung ibuk mulu? Kamu kagak sekolah? Atau kamu bolos? Ntar ibuk bilang gurumu lo, ujar ibuk kantin langgananku”.
“Iya buk, aku sekolah kok. Tapi, aku datangnya telat mulu. Kemaren-kemaren jam 10.00, eh, sekarang udah datang jam 09.00 tetap aja di usir sama satpam. Satpam sekolah resek buk”.
“Bukan satpam sekolah yang resek Amaira, tapi kamu tu yang tidak menaati peraturan sekolah. Mau jadi apa kamu nanti Amaira?
“Mau jadi dokter buk”.
“Masih menjawab kamu ya?”
“Hahaha, maaf buk. Buk aku pamit dulu ya, mau jalan-jalan ketaman dulu, siapa tau aja dapat suasana yang enak. Berapa buk?”
Aku membayar makanan ku tadi dan pergi berjalan ketaman untuk menenangkan pikiranku. Setiba ditaman, aku melihat bunga kemboja. Kemboja putih yang indah. Sebelum-sebelumnya aku tidak menyukai yang namanya bunga. Aku anak yang tomboy, mana suka bunga kayak cewek-cewek yang lain. Tapi, kali ini aku merasa lain. Ada apa dengan ku? Sekarang menyukai bunga? Apa lagi bunga kemboja yang ku lihat di taman ini. Aneh.
Aku pun pergi dari taman itu dan menelusuri jalan. Aku tak tau arah mau kemana. Pulang, ntar dimarahi Emak. Gak pulang aku gak tau mau kemana. Diperjalanan ku yang gak karuan ini, aku malah terfikir bunga kemboja yang ada ditaman tadi. Menurutku bunga kemboja yang ada ditaman tadi indah sekali. Malah lebih indah dibadingkan bunga-bunga yang pernah ku temui selama ini. Tapi masa bodoh. Ngapain juga aku harus mikirin bunga kemboja yang di taman tadi.
Sudah 2 jam aku berjalan. Sekarang udah menunjukkan pukul 12.30. Terik matahari serasa membuat kepala ku pecah. Aku singgah diwarung pinggiran untuk beristirahat.
            “Buk, minumannya satu buk”.
            “Iya nak, mau minuman apa?”
            “Teh botol saja buk”.
Aku menikmati suasana dipinggir jalan siang itu. Tiba-tiba langit mendung. Aku masih tetap duduk diwarung pinggira jalan itu. Sambil menikmati minuman, aku kembali terfikir dengan bunga kemboja yang di taman tadi. Sampai akhirnya aku bertanya dengan ibuk penjual minuman ini.
            “Buk, boleh nanya gak?”
            “Boleh nak”, ujar ibuk penjual minuman.
            “Gini buk. Biasanyakan aku gak suka bunga buk, tapi tadi pas aku dari sekolah aku main ketaman, terus melihat bunga kemboja buk. Aku jadi tertarik bangat dengan bunga itu. Ada apa ya buk dengan bunga kemboja?
            “Kembojanya warna apa nak?”
            “Warna putih buk. Emang ada apa dengan bunga itu buk? Kenapa ibuk nanya warna bunga kembojanya? Aku heran da semakin penasaran.
            “Kalau bunga kembojanya warna putih, biasanya banyak dikuburan nak. Bunga kemboja dilambangkan dengan tempat pemakaman orang. Orang-orang yang sudah meninggal di atas kuburannya ada bunga kemboja putih”.
Aku masih penasaran dengan penjelasan ibu penjual minuman tadi. Tapi, karena waktu udah menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang kerumah. Aku takut nanti emak ku mencariku. Sekang sudah waktunya pembelajaran disekolahku usai. Perjalanan menuju rumah ku melewati pasar. Namun aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku singgah dipasar mencari kue kesukaan emakku.
Siang itu sangat gelap, karena langit tampak mendung. Angin sepoi-sepoi, seakan aku duduk ditepi pantai. Aku berjalan menelusuri jalan pasar yang diujung penglihatanku, terihat ibuk-ibuk penjual bunga kemboja putih. Aku terdiam ditempat. Mengingat apa yang dikatakan ibuk penjual minuman tadi. Aku jadi heran dengan keramai ditempat ibuk penjual bunga kemboja itu.
Aku menghampiri penjual bunga kemboja dan menatap indah bunga kemboja putih. Aku bertanya, “permisi buk, kenapa banyak ya buk orang-orang membeli bunga kemboja ini? Dalam rangka apa buk? Ujarku. Dua hari lagikan bulan suci Ramadhan nak, jadi orang pergi takziah kekuburan keluarganya masing-masing. Makasih sebelumnya ya buk. Ya nak, gak beli bunganya juga nak? Gak buk, besok aja. Permis buk.
Aku pulang kerumah. Setiba dirumah aku terbaring lelah. Namun kelelahanku ini tidak bisa aku lepaskan pada orang lain. Lagi-lagi aku berkata, “aku lelah, aku ingin tidur untuk melepaskan penat ini. Melihat langit tidak bercahaya lagi karena awan mendung menutupi sinar matahari. Aku selalu membayangkan bunga kemboja putih itu. Dan teringat perkataan ibuk penjual minuman dan ibuk penjual bunga kemboja dipasar. Seharian aku beraktifitas. Malampun datang, aku tidur dengan menyenyak.
Besok harinya sekolah ku libur karena ada rapat guru. Akupun ke pasar lagi untuk membeli seplastik bunga kemboja putih. Dipasar aku melihat keramaian itu lagi di tempat ibuk penjual bunga kemboja. Hatiku tenang seakan aku tidak akan pernah lagi melihatnya. Bunga kemboja putih yang ku beli, aku simpan dalam sebuah bofet di dekat lemari kamarku. Bunga itu tertatah indah.
Aku tersandar. Mengapa harus bunga kemboja ini yang aku beli? Dan kenapa harus bunga kemboja ini yang aku suka? Aku heran dengan sikapku dua hari ini. Aku selalu terbayang bunga kemboja dan perkatan ibuk itu. Namun pikiran jelekku tentang hak ini aku buang jauh-jauh. Aku beraktifitas seperti biasanya.
Sekarang hari ketiga ku dipasar. Lagi-lagi aku melihat keramaian dipasar ini membuat hatiku tenang, seakan takkan pernah lagi aku kunjungi di keesokan harinya. Aku membeli seplastik bunga kemboja lagi untuk aku letakkan di bofet dalam kamarku.
Tiba-tiba kepalaku pusing. Pasar serasa berputar. Dan aku jatuh pinsan. Aku tidak mengetahui lagi apapun yang terjadi dipasar itu. Ketika aku sadar, seorang bapak-bapak yang bernama Sujono yang membawaku puskesmas menceritakan semuanya padaku. Ketika itu aku pinsan. Kepalaku membentur tanah dipasar. Bapak Sujono itu membawaku kepuskesmas dalam keadaan kepalaku berdarah. Aku tidak sadarkan diri dalam beberapa jam. Bapak Sujono itu menghubungi keluargaku. Ternyata pak Sujono merupakan teman akrab bapakku. Pak Sujono menceritakan semuanya kepada Emak dan Bapakku.
Ketika dalam keadaan tidak sadar, aku serasa masuk kedalam dunia aneh. Aku tidak tau aku dimana, dan aku hanya memegang sekuntum bunga mawar. Ketika dalam alam bawa sadar itu, aku memakai baju putih. Aku mendengarkan suara dengan memanggil namaku. “Amaira, kamu sudah waktunya kami jemput. Dosa-dosamu kepada orang tua, guru dan orang-orang lain tidak bisa lagi kamu tebus. Semuanya sudah terlambat. Amaira, kamu anak yang durhaka yang selalu melawan perkataan orang tuamu. Kini, kamu akan pergi meninggalkan duniamu yang kelam. Amaira, dosa-dosa kamu terlalu banyak. Kamu akan masuk neraka jahanam. Bunga kemboja putih yang kamu pegang, melambangkan kepergianmu ke alam kubur, kamu tidak bisa lagi mengirim sepucuk surat untuk kedua orang tuamu. Kamu akan meninggal. “Tiiidaaaaakkkkkk”. Dalam alam bawa sadarku itu aku ketakutan dan berteriak meminta maaf kepada kedua orang tuaku.
Akhirnya akupun sadar. Aku memandang kesetiap sudut ruangan. “aku dimana? Apa aku telah meninggal?” ujarku ketika itu. Aku melihat kedua orang tuaku dalam keadaan cemas, aku menangis melihat mereka. Aku baru sadar dengan semua sikapku. Aku sering melawan dan bolos sekolah. aku sekarang sadar. Aku ingin berubah menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka. Semuanya merupakan peringatan bagiku untuk menjadi lebih baik lagi.
Aku masih penasaran ketika aku tidak sadarkan diri. Bapak yang menolongku bernama bapak Sujono. Bapak Sujono mengatakan kepadaku aku tidak sadarkan diri selama 5 jam. Kedua orang tuaku panik dan cemas melihat keadaan ku saat itu. Tanda-tanda aku akan sadarkan diripun tidak ada. Alhamdulillah aku masih melihat dunia ini.
Dua hari setalah aku dirawat dipuskesmas, aku sudah dibolehkan pulang kerumah. Aku melakukan aktifitas ku seperti biasa. Namun aku sekarang sudah bisa bangun pagi, menolong Emak dan Bapak sebelum berangkat sekolah, dan tidak datang terlambat lagi kesekolah. Hari-hari ku terasa indah. Semua yang ku lakukan serasa bermakna karena peringatan dari sekuntum bunga kemboja putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar