Jumat, 18 Maret 2016

SURAT CINTA UNTUK IBU



From Berlianmu Bunda

Dear Bidadariku,

Assalamualikum,Wr. Wb.  Ibunda bidadariku,
Aku berharap engkau disana dalam keadaan sehat walafiat. Ibunda wanita pilihan Tuhan untukku. Wanita yang bisa mengayomiku dan memelukku di kegelapan malam. Ibunda ku tercinta, terima kasih atas kasih sayangmu yang takkan pernah dapat ku balas. Kesabaranmu dalam mendidikku dari kecil hingga aku telah dewasa seperti ini. Ibundaku, mutiara hati dan bidadariku, hati apa yang Tuhan kirimkan kepadamu, hingga engkau tabah dalam menjalani fananya kehidupan ini. Engkau selalu berjuang meski gelapnya malam sering menghalangi langkahmu.
Wahai ibunda bidadariku. Banyak goresan tinda melukiskan semua tentangmu. Engkau wanita mulia yang di kirimkan Tuhan untukku, engkau sebagai atap tempat aku berteduh, dan tonggak tempatku bersandar.
Bidadariku, wanita akhir zaman yang Tuhan titipkan di dunia ini untukku. Wanita yang menghangatkan aku di kedinginan malam. Ibundaku tercinta, aku bersyukur karena Tuhan memilihkan orang yang tepat untuk membawaku ke Surga-Nya nanti. Ibundaku, cinta kasihku hanya untukumu. I MISS YOU.

PUISI TENTANG IBU



Bulan Rindu Mentari


Rindu bulan pada mentari datang semakin terang
Mentari tau itu bulan, bintang dan meteor
Suara berbeda mentari dapat mendengar
Bisikan alunan-alunan angin
Daun bergoyangan dengan iramanya
Bulan rindu
Mentari
Selamat pagi mentari ku
Sapaan dan pelukanmu mentari
Bulan rindu
Jika malam itu datang
Mentari tak pernah redup
Meski mentari tau
Dari jauh terdengar alunan nada-nada indah
Nina bobo ... nina bobo ...
Mentari bersenandung
Bulan jumpai di keheningan malam
Menghilangkan fana kehidupan
Kupandang sehelai daun layu
Rupamu seperti itu
Semangatmu
Tak habis dimakan waktu

Bunga Mawar di Atas Ayunan << CERPEN TENTANG IBU mengharukan



Bunga Mawar di Atas Ayunan
 
Krasak-krusuk aku di pagi hari. Tiba-tiba Emak ku manggil. “Amaira, bangun nak, sudah pagi. Kamu gak sekolah?” kata emakku. Iya Emak, aku lagi beres-beres tempat tidur ku dulu. Cepetan! Bapakmu sudah nunggu kamu dari tadi. Aku berlari keluar dari kamarku. “Kamu ini, bangun telat, penampilan kesekolah kagak rapi. Mau jadi apa kamu nantinya. Anak perempuan berantakkan kayak gini”. Hmmm, mak, mak. Aku berangkat sekolah dulu ya, ntar aja ceramahnya. Dah emak. Begitulah kebiasaan ku setiap pagi. Dengar omelan dari emakku. Bikin kepala ku pusing dengar cerotehan emak.
Aku berangkat menuju sekolah sama bapak. Sesampai di sekolah, aku malah telat. Gerbang sekolah sudah dikunci. “Aduuuuhhh, lagi-lagi aku telat. Padahal udah bangun pagi” ujarku dalam hati.
“Pak, pak, pak satpam. Boleh masuk gak? Aku udah datang pagi lo”.
“Pak satpamnya ngoceh, “Apa? Masuk? Kamu mau masuk? Udah jam berapa ini Amaira? Saya gak izinin kamu masuk. Pulang aja. Dasar ratu telat.”
“Tapi pak. Aku kan udah bangun pagi. Kenapa gak boleh masuk, biasanya kan aku datang jam 10.00 pak, sekarang kan lebih cepat, udah bisa datang jam 09.00.”
“Kamu pikir ini sekolah nenek moyangmu? Bisa datang kapan saja. Ini sekolah. Punya aturan yang harus ditaati. Udah pulang sana.
Aku memutar badanku menuju kantin dibelakang sekolah. Disana aku memesan makanan dan minuman karena tadi pagi tidak sarapan. Suasana seperti ini yang sering aku lalui. Datang telat, diusir satpam, dan makan di kantin belakang sekolah. Terkadang aku merasa aku kagak usah sekolah kalau setiap hari kayak gini. Buang-buang uang orang tua ku aja. Tapi, aku masih memikirkan cita-citaku jadi dokter dan membanggakan kedua orang tuaku terutama emakku. Makanan dan minuman yang aku pesan tadi datang. Ibu kantin bertanya kepadaku.
“Amaira, kamu setiap pagi langganan di warung ibuk mulu? Kamu kagak sekolah? Atau kamu bolos? Ntar ibuk bilang gurumu lo, ujar ibuk kantin langgananku”.
“Iya buk, aku sekolah kok. Tapi, aku datangnya telat mulu. Kemaren-kemaren jam 10.00, eh, sekarang udah datang jam 09.00 tetap aja di usir sama satpam. Satpam sekolah resek buk”.
“Bukan satpam sekolah yang resek Amaira, tapi kamu tu yang tidak menaati peraturan sekolah. Mau jadi apa kamu nanti Amaira?
“Mau jadi dokter buk”.
“Masih menjawab kamu ya?”
“Hahaha, maaf buk. Buk aku pamit dulu ya, mau jalan-jalan buat mencapai cita-citaku buk, siapa tau aja dapat cita-cita yang aku inginkan buk di jalan. Berapa buk?”
Aku membayar makanan ku tadi dan pergi berjalan ketaman untuk menenangkan pikiranku. Setiba ditaman, aku melihat bunga mawar merah. Mawar merah paling indah yang pernah aku lihat, itu akan ku berikan untuk emakku. Sebelum-sebelumnya aku tidak menyukai yang namanya bunga apalagi mawar. Tapi Emakku suka bunga mawar merah. Aku anak yang tomboy, mana suka bunga kayak cewek-cewek yang lain. Tapi, kali ini aku merasa lain. Ada apa dengan ku? Sekarang menyukai bunga? Apa lagi bunga mawar merah yang ku lihat di taman ini. Aneh.
Aku pun pergi dari taman itu dan menelusuri jalan. Aku tak tau arah mau kemana. Pulang, ntar dimarahi Emak gak masuk sekolah. Gak pulang aku gak tau mau kemana lagi. Diperjalanan ku yang gak karuan ini, aku malah terfikir bunga mawar merah yang ada ditaman tadi. Menurutku bunga mawar merah yang ada ditaman tadi indah sekali. Malah lebih indah dibadingkan bunga-bunga yang pernah ku temui selama ini. Seperti kata Emakku dulu, dia hanya ingin setangkai bunga mawar ketika hari ulang tahunnya. Tapi masa bodoh. Ngapain juga aku harus mikirin bunga mawar merah di taman tadi.
Sudah 2 jam aku berjalan. Sekarang sudah menunjukkan pukul 12.30. Terik matahari serasa membuat kepala ku pecah. Aku singgah diwarung pinggiran untuk beristirahat.
            “Buk, minumannya satu buk”.
            “Iya nak, mau minuman apa?”
            “Teh botol saja buk”.
Aku menikmati suasana dipinggir jalan siang itu. Tiba-tiba langit mendung. Aku masih tetap duduk diwarung pinggira jalan itu. Sambil menikmati minuman, aku kembali terfikir dengan bunga mawar merah yang di taman tadi. Sampai akhirnya aku bertanya dengan ibuk penjual minuman ini.
            “Buk, boleh nanya gak?”
            “Boleh nak”, ujar ibuk penjual minuman.
            “Gini buk. Biasanyakan aku gak suka bunga buk, tapi tadi pas aku dari sekolah aku main ketaman, terus melihat bunga mawar buk. Aku jadi tertarik dengan bunga itu. Ada apa ya buk dengan bunga mawar itu?
            “Mawarnya warna apa nak?”
            “Warna merah buk. Emang ada apa dengan bunga itu buk? Kenapa ibuk nanya warna bunga mawarnya? Aku heran dan semakin penasaran.
            “Kalau bunga mawarnya warna merah, biasanya lambang cinta kita pada seseorang, kalau warnanya putih melambangkan sucinya cinta kita nak” ujar ibuk penjual minuman.
Aku masih penasaran dengan penjelasan ibu penjual minuman tadi tentang lambang cinta. Waktu udah menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang kerumah. Aku takut nanti Emak mencariku. Sekarang sudah waktunya pembelajaran disekolahku usai. Aku pulang ke rumah tanpa ada wajah bersalah. “Emak, emaaaaakkkk, aku pulang mak. Mak, tadi aku ke taman lihat bunga mawar merah mak, bunganya indah sekali. Kata ibu-ibu yang jual minuman mak, bunga mawar merah itu melambangkan cinta katanya mak. Benar itu mak?” Emakku diam saja dan langsung menuju dapur.
Malam harinya, Emakku menangis di dalam kamarnya. Aku tidak tau karena apa Emak menangis. Aku lihat Emakku di sela-sela pintu. Tak lama kemudian Emakku tidur. Diam-diam aku memasuki kamar Emak dan melihat selebar foto lama Emak dan seorang laki-laki ternyata itu suami pertama Emakku yang sudah meninggal dunia. Di foto itu bertuliskan kata-kata “Endang, jaga anak kita, maafkan aku yang menyusahkanmu dengan penyakitku. Waktuku tak lama lagi, bunga mawar merah dan selembar foto ini yang dapat ku berikan untukmu. Merahnya kelopak mawar itu, petanda cintaku takkan pernah mati untukmu meski maut memisakan kita”.
Aku ikutan menangis ketika membaca kata-kata itu. Aku baru tau, mengapa Emakku sangat suka dengan bunga mawar merah, ternyata bunga mawar itu menggoreskan sebuah kisah antara Emak dan almarhum Bapakku. Aku sadar, cintaku pada Emakku tak pernah dapat dilihat nyata, tapi aku sayang dan cinta emakku. “Bapak, maafkan Amaira pak, hanya buat Emak marah, sedih dan kecewa. Amaira janji pak, Amaira akan buat Emak tersenyum bahagia” ujarku dalam hati.
Pagi di 13 November, hari spesial untuk Emakku. Emak berulang tahun yang ke 52 tahun. Tidak satupun yang dapat aku berikan untuk Emak yang telah membesarkanku dan menyayangiku. Pagi Minggu, aku membawa Emaku pergi ke taman. Disana banyak orang yang sedang berolahraga pagi. Emak tersenyum melihat indahnya pagi itu.
“Anakku, Amaira. Kamu tau, pagi ini adalah pagi yang bersejarah dalam hidup Emak, dan tempat ini juga tempat yang bersejarah dalam hidup Emak, kamu tau dari mana tempat ini nak? ujar Emakku.
“Emak, maafin Amaira udah lancang mak, Amaira tidak bermaksud buat Emak bersedih, Amaira hanya ingin buat Emak bahagia. Maafin Amaira mak udah sering bolos sekolah, Amaira belum jadi anak yang berbakti buat Emak dan Almarhum Bapak. Maafin Amaira mak”.
“Amaira, kamu berbicara apa? Almarhuma Bapak? Bapakmu masih hidup nak, bapakmu sekarang di rumah. Bapakmu belum meninggal”.
“Mak, jangan bohongin Amaira mak, Amaira sudah besar, Amaira juga berhak tau siapa bapak Amaira sebenarnya. Kemaren malam Amaira liat foto Emak dengan seorang bapak-bapak. Bapak itu Bapak Amaira kan mak?”.
“Sudah waktunya kamu tau nak, laki-laki yang di foto itu memang Bapakmu, Bapakmu udah meninggal dunia ketika kamu masih kecil dan Emak menikah lagi karena amanat terakhir Bapakmu. Tapi, sudahlah semuanya sudah berlalu. Kamupun sudah mengetahuinya.
Di taman itu, keharuan tercipta ketika Emak menceritakan semuanya padaku. Tapi aku tak menyesali semuanya, yang pergi tak lagi kembali, akan ku tatap masa depanku dengan semangat Almarhum Bapak dan cintaku pada Emak.
Hari spesial Emak yang telah aku persiapkan di taman ini. Aku tutup mata Emak dan mengajaknya kesebuah ayunan yang di sana telah ada sebuah mawar merah kesukaan Emakku dan sebagai cinta ku pada Emak seperti yang dilakukan Almarhum Bapak dulunya di hari spesial Emak.
“Emak, Amaira sayang emak, Amaira cinta Emak seperti kata Almarhuma Bapak, kelopak mawar merah ini melambangkan cinta Bapak kepada Emak begitu juga Amaira sama Emak. Kelopak mawar merah ini melambangkan begitu dalamnya sayang Amaira sama Emak meskipun maut memisahkan kita mak. Amaira tidak akan mengecewakan emak. Makasih Emak, makasih Almarhuma Bapak. I LOVE YOU. Amaira janji tidak akan mengecewakan Emak lagi.

Selasa, 23 Februari 2016

CERPEN

 



Sepucuk Surat di Pasar Kemboja

Krasak-krusuk aku di pagi hari. Tiba-tiba Emak ku manggil. “Amaira, bagun nak, udah pagi. Kamu gak sekolah?” kata emakku. Iya Emak, aku lagi beres-beres tempat tidur ku dulu. Cepetan! Bapakmu udah nunggu kamu dari tadi. Aku berlari keluar dari kamarku. “Kamu ini, bangun telat, penampilan kesekolah kagak rapi. Mau jadi apa kamu nantinya. Anak perempuan berantakkan kayak gini”. Hmmm, mak, mak. Aku berangkat sekolah dulu ya, ntar aja ceramahnya. Dah emak. Begitulah kebiasaan ku setiap pagi. Dengar omelan dari emakku. Bikin kepala ku pusing dengar cerotehan emak.
Aku berangkat menuju sekolah sama bapak. Sesampai di sekolah, aku malah telat. Gerbang sekolah sudah dikunci. “Aduuuuhhh, lagi-lagi aku telat. Padahal udah bangun pagi” ujarku dalam hati.
“Pak, pak, pak satpam. Boleh masuk gak? Aku udah datang pagi lo”.
“Pak satpamnya ngoceh, “Apa? Masuk? Kamu mau masuk? Udah jam berapa ini Amaira? Saya gak izinin kamu masuk. Pulang aja. Dasar ratu telat.”
“Tapi pak. Aku kan udah bangun pagi. Kenapa gak boleh masuk, biasanya kan aku datang jam 10.00 pak, sekarang kan lebih cepat, udah bisa datang jam 09.00.”
“Kamu pikir ini sekolah nenek moyangmu? Bisa datang kapan saja. Ini sekolah. Punya aturan yang harus ditaati. Udah pulang sana.
Aku memutar badanku menuju kantin dibelakang sekolah. Disana aku memesan makanan dan minuman karena tadi pagi tidak sarapan. Suasana seperti ini yang sering aku lalui. Datang telat, diusir satpam, dan makan di kantin belakang sekolah. terkadang aku merasa aku kagak usah sekolah kalau setiap hari kayak gini. Buang-buang uang orang tua ku aja. Tapi, aku masih memikirkan cita-cita ku jadi dokter. Makanan dan minuman yang aku pesan tadi datang. Ibu kantin bertanya kepadaku.
“Amaira, kamu setiap pagi langganan di warung ibuk mulu? Kamu kagak sekolah? Atau kamu bolos? Ntar ibuk bilang gurumu lo, ujar ibuk kantin langgananku”.
“Iya buk, aku sekolah kok. Tapi, aku datangnya telat mulu. Kemaren-kemaren jam 10.00, eh, sekarang udah datang jam 09.00 tetap aja di usir sama satpam. Satpam sekolah resek buk”.
“Bukan satpam sekolah yang resek Amaira, tapi kamu tu yang tidak menaati peraturan sekolah. Mau jadi apa kamu nanti Amaira?
“Mau jadi dokter buk”.
“Masih menjawab kamu ya?”
“Hahaha, maaf buk. Buk aku pamit dulu ya, mau jalan-jalan ketaman dulu, siapa tau aja dapat suasana yang enak. Berapa buk?”
Aku membayar makanan ku tadi dan pergi berjalan ketaman untuk menenangkan pikiranku. Setiba ditaman, aku melihat bunga kemboja. Kemboja putih yang indah. Sebelum-sebelumnya aku tidak menyukai yang namanya bunga. Aku anak yang tomboy, mana suka bunga kayak cewek-cewek yang lain. Tapi, kali ini aku merasa lain. Ada apa dengan ku? Sekarang menyukai bunga? Apa lagi bunga kemboja yang ku lihat di taman ini. Aneh.
Aku pun pergi dari taman itu dan menelusuri jalan. Aku tak tau arah mau kemana. Pulang, ntar dimarahi Emak. Gak pulang aku gak tau mau kemana. Diperjalanan ku yang gak karuan ini, aku malah terfikir bunga kemboja yang ada ditaman tadi. Menurutku bunga kemboja yang ada ditaman tadi indah sekali. Malah lebih indah dibadingkan bunga-bunga yang pernah ku temui selama ini. Tapi masa bodoh. Ngapain juga aku harus mikirin bunga kemboja yang di taman tadi.
Sudah 2 jam aku berjalan. Sekarang udah menunjukkan pukul 12.30. Terik matahari serasa membuat kepala ku pecah. Aku singgah diwarung pinggiran untuk beristirahat.
            “Buk, minumannya satu buk”.
            “Iya nak, mau minuman apa?”
            “Teh botol saja buk”.
Aku menikmati suasana dipinggir jalan siang itu. Tiba-tiba langit mendung. Aku masih tetap duduk diwarung pinggira jalan itu. Sambil menikmati minuman, aku kembali terfikir dengan bunga kemboja yang di taman tadi. Sampai akhirnya aku bertanya dengan ibuk penjual minuman ini.
            “Buk, boleh nanya gak?”
            “Boleh nak”, ujar ibuk penjual minuman.
            “Gini buk. Biasanyakan aku gak suka bunga buk, tapi tadi pas aku dari sekolah aku main ketaman, terus melihat bunga kemboja buk. Aku jadi tertarik bangat dengan bunga itu. Ada apa ya buk dengan bunga kemboja?
            “Kembojanya warna apa nak?”
            “Warna putih buk. Emang ada apa dengan bunga itu buk? Kenapa ibuk nanya warna bunga kembojanya? Aku heran da semakin penasaran.
            “Kalau bunga kembojanya warna putih, biasanya banyak dikuburan nak. Bunga kemboja dilambangkan dengan tempat pemakaman orang. Orang-orang yang sudah meninggal di atas kuburannya ada bunga kemboja putih”.
Aku masih penasaran dengan penjelasan ibu penjual minuman tadi. Tapi, karena waktu udah menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang kerumah. Aku takut nanti emak ku mencariku. Sekang sudah waktunya pembelajaran disekolahku usai. Perjalanan menuju rumah ku melewati pasar. Namun aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku singgah dipasar mencari kue kesukaan emakku.
Siang itu sangat gelap, karena langit tampak mendung. Angin sepoi-sepoi, seakan aku duduk ditepi pantai. Aku berjalan menelusuri jalan pasar yang diujung penglihatanku, terihat ibuk-ibuk penjual bunga kemboja putih. Aku terdiam ditempat. Mengingat apa yang dikatakan ibuk penjual minuman tadi. Aku jadi heran dengan keramai ditempat ibuk penjual bunga kemboja itu.
Aku menghampiri penjual bunga kemboja dan menatap indah bunga kemboja putih. Aku bertanya, “permisi buk, kenapa banyak ya buk orang-orang membeli bunga kemboja ini? Dalam rangka apa buk? Ujarku. Dua hari lagikan bulan suci Ramadhan nak, jadi orang pergi takziah kekuburan keluarganya masing-masing. Makasih sebelumnya ya buk. Ya nak, gak beli bunganya juga nak? Gak buk, besok aja. Permis buk.
Aku pulang kerumah. Setiba dirumah aku terbaring lelah. Namun kelelahanku ini tidak bisa aku lepaskan pada orang lain. Lagi-lagi aku berkata, “aku lelah, aku ingin tidur untuk melepaskan penat ini. Melihat langit tidak bercahaya lagi karena awan mendung menutupi sinar matahari. Aku selalu membayangkan bunga kemboja putih itu. Dan teringat perkataan ibuk penjual minuman dan ibuk penjual bunga kemboja dipasar. Seharian aku beraktifitas. Malampun datang, aku tidur dengan menyenyak.
Besok harinya sekolah ku libur karena ada rapat guru. Akupun ke pasar lagi untuk membeli seplastik bunga kemboja putih. Dipasar aku melihat keramaian itu lagi di tempat ibuk penjual bunga kemboja. Hatiku tenang seakan aku tidak akan pernah lagi melihatnya. Bunga kemboja putih yang ku beli, aku simpan dalam sebuah bofet di dekat lemari kamarku. Bunga itu tertatah indah.
Aku tersandar. Mengapa harus bunga kemboja ini yang aku beli? Dan kenapa harus bunga kemboja ini yang aku suka? Aku heran dengan sikapku dua hari ini. Aku selalu terbayang bunga kemboja dan perkatan ibuk itu. Namun pikiran jelekku tentang hak ini aku buang jauh-jauh. Aku beraktifitas seperti biasanya.
Sekarang hari ketiga ku dipasar. Lagi-lagi aku melihat keramaian dipasar ini membuat hatiku tenang, seakan takkan pernah lagi aku kunjungi di keesokan harinya. Aku membeli seplastik bunga kemboja lagi untuk aku letakkan di bofet dalam kamarku.
Tiba-tiba kepalaku pusing. Pasar serasa berputar. Dan aku jatuh pinsan. Aku tidak mengetahui lagi apapun yang terjadi dipasar itu. Ketika aku sadar, seorang bapak-bapak yang bernama Sujono yang membawaku puskesmas menceritakan semuanya padaku. Ketika itu aku pinsan. Kepalaku membentur tanah dipasar. Bapak Sujono itu membawaku kepuskesmas dalam keadaan kepalaku berdarah. Aku tidak sadarkan diri dalam beberapa jam. Bapak Sujono itu menghubungi keluargaku. Ternyata pak Sujono merupakan teman akrab bapakku. Pak Sujono menceritakan semuanya kepada Emak dan Bapakku.
Ketika dalam keadaan tidak sadar, aku serasa masuk kedalam dunia aneh. Aku tidak tau aku dimana, dan aku hanya memegang sekuntum bunga mawar. Ketika dalam alam bawa sadar itu, aku memakai baju putih. Aku mendengarkan suara dengan memanggil namaku. “Amaira, kamu sudah waktunya kami jemput. Dosa-dosamu kepada orang tua, guru dan orang-orang lain tidak bisa lagi kamu tebus. Semuanya sudah terlambat. Amaira, kamu anak yang durhaka yang selalu melawan perkataan orang tuamu. Kini, kamu akan pergi meninggalkan duniamu yang kelam. Amaira, dosa-dosa kamu terlalu banyak. Kamu akan masuk neraka jahanam. Bunga kemboja putih yang kamu pegang, melambangkan kepergianmu ke alam kubur, kamu tidak bisa lagi mengirim sepucuk surat untuk kedua orang tuamu. Kamu akan meninggal. “Tiiidaaaaakkkkkk”. Dalam alam bawa sadarku itu aku ketakutan dan berteriak meminta maaf kepada kedua orang tuaku.
Akhirnya akupun sadar. Aku memandang kesetiap sudut ruangan. “aku dimana? Apa aku telah meninggal?” ujarku ketika itu. Aku melihat kedua orang tuaku dalam keadaan cemas, aku menangis melihat mereka. Aku baru sadar dengan semua sikapku. Aku sering melawan dan bolos sekolah. aku sekarang sadar. Aku ingin berubah menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka. Semuanya merupakan peringatan bagiku untuk menjadi lebih baik lagi.
Aku masih penasaran ketika aku tidak sadarkan diri. Bapak yang menolongku bernama bapak Sujono. Bapak Sujono mengatakan kepadaku aku tidak sadarkan diri selama 5 jam. Kedua orang tuaku panik dan cemas melihat keadaan ku saat itu. Tanda-tanda aku akan sadarkan diripun tidak ada. Alhamdulillah aku masih melihat dunia ini.
Dua hari setalah aku dirawat dipuskesmas, aku sudah dibolehkan pulang kerumah. Aku melakukan aktifitas ku seperti biasa. Namun aku sekarang sudah bisa bangun pagi, menolong Emak dan Bapak sebelum berangkat sekolah, dan tidak datang terlambat lagi kesekolah. Hari-hari ku terasa indah. Semua yang ku lakukan serasa bermakna karena peringatan dari sekuntum bunga kemboja putih.